Bolak Balik Passion
Aku pernah menulis tentang PASSION (ugh!). Pertanyaannya waktu itu adalah “hal apa yang sudah bosan kamu dengarkan?”
Sebenarnya nggak ada orang yang bosan mendengarkan obrolan tentang passion. Jutaan manusia sukses di bumi ini bergerak dari passion tentang sesuatu yang kemudian mereka “materialisasikan” menjadi satu produk atau jasa yang bisa membantu manusia lain dan rela untuk membayar harga.
Go-Jek, bergerak dari kesulitan Nadiem Makarim menemukan layanan transportasi murah, cepat, dan anti macet untuk keliling Jakarta. Waktu itu ada Ojek Pangkalan, tapi untuk kalian yang belum pernah pakai jasa ojek pangkalan, urusan negosiasi harga itu alot. Dan calon penumpang harus jalan dari rumah mereka ke pangkalan ojek untuk memakai jasa mereka. Karena kesulitan-kesulitan itu, lahirlah Go-Jek.
Passion itu hal yang sakral sebenarnya. Tapi banyak manusia-manusia di luar sana yang sembarangan memakainya. Mirip kayak sumpah. Nggak sembarangan hal boleh dijanjikan dengan sumpah. Tapi tetap aja “sumpe looh?!” sempat trending bertahun-tahun.
Jadi, apa pendapatku tentang passion dan kenapa aku bosan mendengarkan terminologi itu? Ini:
—
Ini tiga kata paling sampah setelah “aku pasti tanggungjawab”. Keduanya tidak bisa dipercaya dan keduanya tidak punya metriks yang jelas.
Passion bukan sesuatu yang bisa dicari seperti telur paskah atau profil IG dari perempuan (atau laki-laki) yang kebetulan kau lihat di Gym dan kau tahu namanya dari resepsionis atau dari kartu anggota yang kau intip waktu dia menukar handuk.
Passion itu bukan sesuatu yang bisa kau bentuk seperti vas bunga dari tanah liat atau batu bata yang sudah ada cetakannya.
Passion itu bukan sesuatu yang bisa kau ikuti seperti akun Twitter atau Quora dari influencer yang menurutmu tulisan dan jawaban-jawabannya bagus dan sesuai dengan problematika hidupmu.
Passion itu bukan sesuatu yang bisa kau mimpikan seperti ramalan jayabaya yang bisa kau lihat artinya di buku primbon terus kau coba mengarti-artikannya seperti orang mengartikan kartu tarot.
Passion itu muncul setelah momen “geregetan”. Kalau kau merasa pernah mengalami kejadian seperti ini, berarti kau sudah bisa mengerti tentang Passion yang sebenarnya.
A: “Anjiiiing, ini kenapa nggak bisa-bisa sih? Aku udah coba ini, itu tapi kog masih ada yang kurang juga ya?”
B: “Ya udahlah, ganti yang lain aja. Ngapain juga buang-buang energi/waktu untuk itu.”
A: “Tapi aku mau membuktikan kalau aku bisa.”
Itu adalah passion. Kau nggak bisa mencari dan mengikuti passion karena dia bukan sesuatu yang muncul di awal. Kau hanya bisa menjalani Passion karena itu muncul saat kau hampir menyerah tapi nggak mau dan terus mencoba.